Rabu, 03 Agustus 2016

cerita ngentot dengan tanteku

Calon Istri Pamanku

Kisah ini terjadi kira-kira 2 tahun yang lalu, tapi setiap kali aku
membayangkannya, seolah-olah baru saja terjadi kemarin peristiwa yang sangat
indah ini.

Aku mempunyai seorang paman yang belum menikah. Pamanku ini bisa dibilang rada
telat untuk menikah karena waktu itu ia berusia 42 tahun. Hal ini disebabkan
karena pamanku adalah pengusaha kaya tapi ia terlalu cerewet dalam memilih
pendamping hidupnya. Sebenarnya ia telah banyak diperkenalkan dengan wanita-wanita
muda oleh keluargaku, tetapi tetap ia bilang inilah itulah, tidak ada yang cocok
dengan matanya, katanya.

Sampai pada suatu saat, ketika aku kebetulan sedang bertamu ke rumahnya, datang
teman pamanku dengan seorang wanita yang sangat cantik dan ayu, semampai,
langsing, pokoknya kalau menurut saya, layak dikirim untuk jadi calon miss
universe.

Kemudian kami diperkenalkan dengannya, wanita itu bernama Ayu, ternyata namanya
pas sekali dengan wajahnya yang memang ayu itu. Ia berusia 24 tahun dan saat itu
ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan teman pamanku itu. Kemudian kami
bercakap-cakap, ternyata Ayu memang enak untuk diajak ngobrol. Dan aku melihat
sepertinya pamanku tertarik sekali dengannya, karena aku tahu matanya tidak
pernah lepas memandang wajah Ayu.

Tapi tidak demikian halnya dengan Ayu. Ia lebih sering memandangku, terutama
ketika aku berbicara, tatapannya dalam sekali, seolah-olah dapat menembus
pikiranku. Aku mulai berpikir jangan-jangan Ayu lebih menyukaiku. Tapi aku tidak
dapat berharap banyak, soalnya bukan aku yang hendak dijodohkan. Tapi aku tetap
saja memandangnya ketika ia sedang berbicara, kupandangi dari ujung rambut ke
kaki, rambutnya panjang seperti gadis di iklan sampo, kulitnya putih bersih,
kakinya juga putih mulus, tapi sepertinya dadanya agak rata, tapi aku tidak
terlalu memikirkannya.

Tidak terasa hari sudah mulai malam. Kemudian sebelum mereka pulang, pamanku
mentraktir mereka makan di sebuah restoran chinese food di dekat rumahnya di
daerah Sunter. Ketika sampai di restorant tersebut, aku langsung pergi ke WC
dulu karena aku sudah kebelet. Sebelum aku menutup pintu, tiba-tiba ada tangan
yang menahan pintu tersebut. Ternyata adalah Ayu.

“Eh, ada apa Yu?”
“Enggak, gua pengen kasih kartu nama gua, besok jangan lupa telpon gua, ada yang
mau gua omongin, oke?”
“Kenapa enggak sekarang aja?”
“Jangan, ada paman elu, pokoknya besok jangan lupa.”

Setelah acara makan malam itu, aku pun pulang ke rumah dengan seribu satu
pertanyaan di otakku, apa yang mau diomongin sama Ayu sih. Tapi aku tidak mau
pikir panjang lagi, lagipula nanti aku bisa-bisa susah tidur, soalnya kan besok
harus masuk kerja.

Besoknya saat istirahat makan siang, aku meneleponnya dan bertanya langsung
padanya.
“Eh, apa sih yang mau elu omongin, gua penasaran banget?”
“Eee, penasaran ya, Ton?”
“Iya lah, ayo dong buruan!”
“Eh, slow aja lagi, napsu amet sih elu.”
“Baru tahu yah, napsu gua emang tinggi.”
“Napsu yang mana nih?” Ayu sepertinya memancingku.
“Napsu makan dong, gua kan belum sempat makan siang!”

Aku sempat emosi juga rasanya, sepertinya ia tidak tahu aku ini orang yang
sangat menghargai waktu, terutama jam makan siang, soalnya aku sambil makan
dapat sekaligus main internet di tempat kerjaku, karena saat itu pasti bosku
pergi makan keluar, jadi aku bebas surfing di internet, gratis lagi.

“Yah udah, gua cuma mau bilang bisa enggak elu ke apartment gua sore ini abis
pulang kerja, soalnya gua pengen ngobrol banyak sama elu.”
Aku tidak habis pikir, nih orang kenapa tidak bilang kemarin saja.
Lalu kataku, “Kenapa enggak kemarin aja bilangnya?”
“Karena gua mau kasih surprise buat elu.” katanya manja.
“Ala, gitu aja pake surprise segala, yah udah entar gua ke tempat elu, kira-kira
jam 6, alamat elu di mana?”
Lalu Ayu bilang, “Nih catet yah, apartment XX (edited), lantai XX (edited),
pintu no. XX (edited), jangan lupa yah!”"Oke deh, tunggu aja nanti, bye!”
“Bye-bye Ton.”

Setelah telepon terputus, lalu aku mulai membayangkan apa yang akan dibicarakan,
lalu pikiran nakalku mulai bekerja. Apa bisa aku menyentuhnya nanti, tetapi
langsung aku berpikir tentang pamanku, bagaimana kalau nanti ketahuan, pasti
tidak enak dengan pamanku. Lalu aku pun mulai tenggelam dalam kesibukan
pekerjaanku.

Tidak lama pun waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, sudah waktunya nih, pikirku.
Lalu aku pun mulai mengendarai motorku ke tempatnya. Lumayan dekat dari tempat
kerjaku di Roxymas. Sesampainya di sana, aku pun langsung menaiki lift ke lantai
yang diberitahukan. Begitu sampai di lantai tersebut, aku pun langsung
melihatnya sedang membuka pintu ruanganya.
Langsung saja kutepuk pundaknya, “Hai, baru sampe yah, Yu..”
Ayu tersentak kaget, “Wah gua kira siapa, pake tepuk segala.”
“Elu khan kasih surprise buat gua, jadi gua juga mesti kasih surprise juga buat
elu.”
Lalu ia mencubit lenganku, “Nakal elu yah, awas nanti!”
Kujawab saja, “Siapa takut, emang gua pikirin!”
“Ayo masuk Ton, santai aja, anggap aja rumah sendiri.” katanya setelah pintunya
terbuka.

Ketika aku masuk, aku langsung terpana dengan apa yang ada di dalamnya, kulihat
temboknya berbeda dengan tembok rumah orang-orang pada umumnya, temboknya
dilukis dengan gambar-gambar pemandangan di luar negeri. Dia sepertinya orang
yang berjiwa seniman, pikirku. Tapi hebat juga kalau cuma kerja sebagai
sekretaris mampu menyewa apartment. Jangan-jangan ini cewek simpanan, pikirku.

Sambil aku berkeliling, Ayu berkata, “Mau minum apa Ton?”
“Apa saja lah, asal bukan racun.” kataku bercanda.
“Oh, kalau gitu nanti saya campurin obat tidur deh.” kata Ayu sambil tertawa.
Sementara ia sedang membuat minuman, mataku secara tidak sengaja tertuju pada
rak VCD-nya, ketika kulihat satu persatu, ternyata lebih banyak film yang berbau
porno. Aku tidak sadar ketika ia sudah kembali, tahu-tahu ia nyeletuk, “Ton,
kalo elu mau nonton, setel aja langsung..!”

Aku tersentak ketika ia ngomong seperti itu, lalu kubilang, “Apa gua enggak
salah denger nih..?”
Lalu katanya, “Kalo elu merasa salah denger, yah gua setelin aja sekarang deh..!”
Lalu ia pun mengambil sembarang film kemudian disetelnya. Wah, gila juga nih
cewek, pikirku, apa ia tidak tahu kalau aku ini laki-laki, baru kenal sehari
saja, sudah seberani ini.

“Duduk sini Ton, jangan bengong aja, khan udah gua bilang anggap aja rumah
sendiri..!” kata Ayu sambil menepuk sofa menyuruhku duduk.
Kemudian aku pun duduk dan nonton di sampingnya, agak lama kami terdiam
menyaksikan film panas itu, sampai akhirnya aku pun buka mulut, “Eh Yu, tadi di
telpon elu bilang mau ngomong sesuatu, apa sih yang mau elu ngomongin..?”
Ayu tidak langsung ngomong, tapi ia kemudian menggenggam jemariku, aku tidak
menyangka akan tindakannya itu, tapi aku pun tidak berusaha untuk melepaskannya.

Agak lama kemudian baru ia ngomong, pelan sekali, “Elu tau Ton, sejak kemarin
bertemu, kayaknya gua merasa pengen menatap elu terus, ngobrol terus. Ton, gua
suka sama elu.”
“Tapi khan kemarin elu dikenalkan ke Paman gua, apa elu enggak merasa kalo elu
itu dijodohin ke Paman gua, apa elu enggak lihat reaksi Paman gua ke elu..?”
“Iya, tapi gua enggak mau dijodohin sama Paman elu, soalnya umurnya aja beda
jauh, gua pikir-pikir, kenapa hari itu bukannya elu aja yang dijodohin ke gua..?”
kata Ayu sambil mendesah.

Aku pun menjawab, “Gua sebenarnya juga suka sama elu, tapi gua enggak enak sama
Paman gua, entar dikiranya gua kurang ajar sama yang lebih tua.”
Ayu diam saja, demikian juga aku, sementara itu film semakin bertambah panas,
tapi Ayu tidak melepaskan genggamannya. Lalu secara tidak sadar otak pornoku
mulai bekerja, soalnya kupikir sekarang kan tidak ada orang lain ini. Lalu mulai
kuusap-usap tangannya, lalu ia menoleh padaku, kutatap matanya dalam-dalam,
sambil berkata dengan pelan, “Ayu, gua cinta elu.”

Ia tidak menjawab, tapi memejamkan matanya. Kupikir ini saatnya, lalu pelan-pelan
kukecup bibirnya sambil lidahku menerobos bertemu lidahnya. Ayu pun lalu
membalasnya sambil memelukku erat-erat. Tanganku tidak tinggal diam berusaha
untuk meraba-raba buah dadanya, ternyata agak besar juga, walaupun tidak sebesar
punyanya bintang film porno. Ayu menggeliat seperti cacing kepanasan, mendesah-desah
menikmati rangsangan yang diterima pada buah dadanya.

Kemudian aku berusaha membuka satu persatu kancing bajunya, lalu kuremas-remas
payudara yang masih terbungkus BRA itu.
“Aaahh, buka aja BH-nya Ton, cepat.., oohh..!”
Kucari-cari pengaitnya di belakang, lalu kubuka. Wah, ternyata lumayan juga,
masih padat dan kencang, walaupun tidak begitu besar. Langsung kusedot-sedot
putingnya seperti anak bayi kehausan.

“Esshh.. ouwww.. aduhh.. Ton.. nikmat sekali lidahmu.., teruss..!”
Setelah bosan dengan payudaranya, lalu kubuka seluruh pakaiannya sampai bugil
total. Ia juga tidak mau kalah, lalu melepaskan semua yang kukenakan. Untuk
sesaat kami saling berpandangan mengagumi keindahan masing-masing. Lalu ia
menarik tanganku menuju ke kamarnya, tapi aku melepaskan pegangannya lalu
menggendongnya dengan kedua tanganku.
“Aouww Ton, kamu romantis sekali..!” katanya sambil kedua tangannya menggelayut
manja melingkari leherku.

Kemudian kuletakkan Ayu pelan-pelan di atas ranjangnya, lalu aku menindih
tubuhnya dari atas, untuk sesaat mulut kami saling pagut memagut dengan mesranya
sambil berpelukan erat. Lalu mulutku mulai turun ke buah dadanya, kujilat-jilat
dengan lembut, Ayu mendesah-desah nikmat. Tidak lama aku bermain di dadanya,
mulutku pelan-pelan mulai menjilati turun ke perutnya, Ayu menggeliat kegelian.

“Aduh Ton, elu ngerjain gua yah, awas elu nanti..!”
“Tapi elu suka khan? Geli-geli nikmat..!”
“Udah ah, jilati aja memek gua Ton..!”
“Oke boss.., siap laksanakan perintah..!”

Langsung saja kubuka paha lebar-lebar, tanpa menunggu lagi langsung saja kujilat-jilat
klitorisnya yang sebesar kacang kedele. Ayu menggoyang-goyangkan pinggulnya
dengan liar seakan-akan tidak mau kalah dengan permainan lidahku ini.
“Oohh esshh aaouuw uuhh teeruss.., lebih dalemm, oohh.. nikmat sekali..!”
Agak lama juga aku bermain di klitorisnya sampai-sampai terlihat banjir di
sekitar vaginanya.

“Ton, masukkin aja titit elu ke lobang gua, gua udah enggak tahan lagi..!”
Dengan segera kuposisikan diriku untuk menembus kemaluannya, tapi ketika kutekan
ujung penisku, ternyata tidak mau masuk. Aku baru tahu ternyata dia masih
perawan.
“Ayu, apa elu tidak menyesal perawan elu gua tembus..?”
“Ton, gua rela kalau elu yang ngambil perawan gua, bagi gua di dunia ini cuma
ada kita berdua aja.”

Tanpa ragu-ragu lagi langsung kutusuk penisku dengan kuat, rasanya seperti ada
sesuatu yang robek, mungkin itu perawannya, pikirku.
“Aduh sakit Ton, tahan dulu..!” katanya menahan sakit.
Aku pun diam sejenak, lalu kucium mulutnya untuk meredakan rasa sakitnya.
Beberapa menit kemudian ia terangsang lagi, lalu tanpa buang waktu lagi kutekan
pantatku sehingga batang kemaluanku masuk semuanya ke dalam lubangnya.

“Pelan-pelan Ton, masih sakit nih..!” katanya meringis.
Kugoyangkan pinggulku pelan-pelan, lama kelamaan kulihat dia mulai terangsang
lagi. Lalu gerakanku mulai kupercepat sambil menyedot-nyedot puting susunya.
Kulihat Ayu sangat menikmati sekali permainan ini.

Tidak lama kemudian ia mengejang, “Ton, aa.. akuu.. mau keluarr.., teruss..
terus.., aahh..!”
Aku pun mulai merasakan hal yang sama, “Yu, aku juga mau keluar, di dalam atau
di luar..?”
“Keluarin di dalem aja Sayang.. ohh.. aahh..!” katanya sambil kedua pahanya
mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pantatnya.

Tiba-tiba dia menjerit histeris, “Oohh.. sshh.. sshh.. sshh..”
Ternyata dia sudah keluar, aku terus menggenjot pantatku semakin cepat dan keras
hingga menyentuh ke dasar liang senggamanya.
“Sshh.. aahh..” dan, “Aagghh.. crett.. crett.. creet..!”
Kutekan pantatku hingga batang kejantananku menempel ke dasar liang
kenikmatannya, dan keluarlah spermaku ke dalam liang surganya.

Saat terakhir air maniku keluar, aku pun merasa lemas. Walaupun dalam keadaan
lemas, tidak kucabut batang kemaluanku dari liangnya, melainkan menaikkan lagi
kedua pahanya hingga dengan jelas aku dapat melihat bagaimana rudalku masuk ke
dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu kemaluannya yang menggoda. Kubelai
bulu-bulu itu sambil sesekali menyentuh klitorisnya.
“Sshh.. aahh..!” hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlakuanku itu.

Setelah itu kami berdua sama-sama lemas. Kami saling berpelukan selama kira-kira
satu jam sambil meraba-raba.
Lalu ia berkata kepadaku, “Ton, mudah-mudahan kita bisa bersatu seperti ini Ton,
gua sangat sayang pada elu.”
Aku diam sejenak, lalu kubilang begini, “Gua juga sayang elu, tapi elu mesti
janji tidak boleh meladeni paman gua kalo dia nyari-nyari elu.”
“Oke boss, siap laksanakan perintah..!” katanya sambil memelukku lebih erat.

Sejak saat itu, kami menjadi sangat lengket, tiap malam minggu selalu kami
bertingkah seperti suami istri. Tidak hanya di apartmentnya, kadang aku datang
ke tempat kerjanya dan melakukannya bersama di WC, tentu saja setelah semua
orang sudah pulang. Kadang ia juga ke tempat kerjaku untuk minta jatahnya.
Katanya pamanku sudah tidak pernah mencarinya lagi, soalnya tiap kali Ayu
ditelpon, yang menjawabnya adalah mesin penjawabnya, lalu tak pernah dibalas Ayu,
mungkin akhirnya pamanku jadi bosan sendiri.

Aku dan ia sering jalan-jalan ke Mal-Mal, untungnya tidak pernah bertemu dengan
pamanku itu. Sampai saat ini aku masih jalan bersama, tapi ketika kutanya sampai
kapan mau begini, ia tidak menjawabnya. Aku ingin sekali menikahinya, tapi
sepertinya ia bukan tipe cewek yang ingin punya keluarga. Tapi lama-lama kupikir,
tidak apalah, yang penting aku dapat enaknya juga.

Related Posts

Previous
Next Post »