Rabu, 03 Agustus 2016

Cerita Selingkuh dengan suami orang lain


Perkenalkan nama saya Nendi umur 29 tahun, saya bekerja di sebuah hotel
berbintang tiga di kota “B”. Seperti kebanyakan orang bekerja yang kadang
membuat kita jenuh, untuk mengatasinya aku sering mengunjungi situs 17Tahun ini,
sampai akhirnya saya terobsesi untuk menulis cerita ini.

Cerita ini berawal dari pulang kemalaman dengan seorang sekretaris teman
sekantor di bagian lain, namanya Vivi berperawakan sintal dengan kulit putih dan
tinggi badan yang sedang-sedang saja sekitar 165 cm. Sebetulnya Vivi bukanlah
tipe orang yang ramah walaupun dia seorang sekretaris, mungkin karena om-nyalah
dia ada di posisi tersebut. Oh ya, Vivi juga sudah menikah kira-kira satu
setengah tahun yang lalu, dan saya pernah beberapa kali ketemu dengan suaminya.

Pagi itu pada saat jam masuk kantor aku berpapasan dengannya di pintu masuk,
seperti biasa kita saling tersenyum dan mengucapkan selamat pagi. Ah lucu juga
kita yang sudah kenal beberapa tahun masih melakukan kebiasaan seperti itu,
padahal untuk hitungan waktu selama tiga tahun kita harus lebih akrab dari itu,
tapi mau bagaimana lagi karena Vivi orangnya memang seperti itu jadi akupun
terbawa-bawa, aku sendiri bertanya-tanya apakah sifatnya yang seperti itu hanya
untuk menjaga jarak dengan orang-orang di lingkungan kerja atau memang dia punya
pembawaan seperti itu sejak lahir.

Mungkin saat itu aku sedang ketiban mujur, tepat di pintu masuk entah apa
penyebabnya tiba-tiba saja Vivi seperti akan terjatuh dan refleks aku meraih
tubuhnya dengan maksud untuk menahan supaya dia tidak benar-benar terjatuh, tapi
tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu di bagian dadanya. Setelah dapat
berdiri dengan sempurna Vivi memandang ke arahku sambil tersenyum, ya ampun
menurutku itu merupakan sesuatu yang istimewa mengingat sifatnya yang kuketahui
selama ini.

“Terima kasih Pak nendi, hampir saja aku terjatuh.”
“Oh, nggak apa-apa, maaf barusan tidak sengaja.”
“Tidak apa-apa.”

Seperti itulah dialog yang terjadi pagi itu. Walaupun nggak mau mikirin terus
kejadian tersebut tapi aku tetap merasa kurang enak karena telah menyentuh
sesuatu pada tubuhnya walaupun nggak sengaja, waktu kutengok ke arah meja
kerjanya melalui kaca pintu ruanganku dia juga kelihatannya kepikiran dengan
kejadian tersebut, untung waktu masuk kerja masih empat puluh lima menit lagi
jadi belum ada orang, seandainya pada saat itu sudah banyak orang mungkin dia
selain merasa kaget juga akan merasa malu.

Aku kembali melakukan rutinitas keseharian menggeluti angka-angka yang yang
nggak ada ujungnya. Sudah kebiasaanku setiap tiga puluh menit memandang gambar
panorama yang kutempel dikaca pintu ruanganku untuk menghindari kelelahan pada
mata, tapi ternyata ada sesuatu yang lain di seberang pintu ruanganku pada hari
itu, aku melihat Vivi sedang memandang ke arah yang sama sehingga pandangan kami
bertemu. Lagi, dia tersenyum kearahku, aku malah jadi bertanya-tanya ada apa
gerangan dengan cewek itu, aku yang geer atau memang dia jadi lain hari ini, ah
mungkin hanya pikiranku saja yang ngelantur.

Jam istirahat makan seperti biasa semua orang ngumpul di EDR untuk makan siang,
dan suatu kebetulan lagi waktu nyari tempat duduk ternyata kursi yang kosong ada
di sebelah Vivi, akhirnya aku duduk disana dan menyantap makanan yang sudah
kuambil. Setelah selesai makan, kebiasaan kami ngobrol ngalor-ngidul sambil
menunggu waktu istirahat habis, karena aku duduk disebelah dia jadi aku ngobrol
sama dia, padahal sebelumnya aku males ngobrol sama dia.

“Gimana kabar suaminya vi?” aku memulai percakapan
“Baik pak.”
“Trus gimana kerjaannya? masih di tempat yang dulu?”
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika, baru berangkat satu bulan yang
lalu.”
“Oh begitu, baru tahu aku.”
“Ingin lebih pintar katanya pak.”
“Ya baguslah kalau begitu, kan nantinya juga untuk mesa depan berdua.”
“Iya pak.”

Setelah jam istirahat habis semua kembali ke ruangan masing-masing untuk
meneruskan kerjaan yang tadi terhenti. Akupun kembali hanyut dengan kerjaanku.

Pukul setengah tujuh aku bermaksud beres-beres karena penat juga kerja terus,
tanpa sengaja aku nengok ke arah pintu ruanganku ternyata Vivi masih ada di
mejanya. Setelah semua beres akupun keluar dari ruangan dan bermaksud untuk
pulang, aku melewati mejanya dan iseng aku nyapa dia.

“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”
“Iya pak, ini baru mau pulang, baru beres, banyak kerjaan hari ini”

Aku merasakan gaya bicaranya lain hari ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya
yang kalau bicara selalu kedengaran resmi, yang menimbulkan rasa tidak akrab.

“Ya udah kalo begitu kita bareng aja.” ajakku menawarkan.
“Tidak usah pak, biar aku pulang sendiri saja.”
“Nggak apa-apa, ayo kita bareng, ini udah terlalu malam.”
“Baik Pak kalau begitu.”

Sambil berjalan menuju tempat parkir kembali kutawarkan jasa yang walaupun
sebetulnya niatnya hanya iseng saja.

“Gimana kalo vivi bareng aku, kita kan searah.”
“Nggak usah pak, biar aku pakai angkutan umum atau taksi saja.”
“Lho, jangan gitu, ini udah malem, nggak baik perempuan jalan sendiri malem-malem.”
“Baik kalau begitu pak.”

Di sepanjang jalan yang dilalui kami tidak banyak bicara sampai akhirnya aku
perhatikan dia agak lain, dia kelihatan murung, kenapa ini cewek.

“Lho kok kelihatannya murung, kenapa?” tanyaku penasaran.
“Nggak apa-apa pak.”
“Nggak apa-apa kok ngelamun begitu, perlu teman buat ngobrol?” tanyaku memancing.
“Nggak ah pak, malu.”
“Kok malu sih, nggak apa-apa kok, ngobrol aja aku dengerin, kalo bisa dan perlu
mungkin aku akan bantu.”
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlalu pribadi.”
“Oh begitu, ya kalo nggak mau ya nggak usah, aku nggak akan maksa.”
“Tapi sebetulnya memang aku perlu orang untuk teman ngobrol tentang masalah ini.”
“Ya udah kalo begitu obrolin aja sama aku, rahasia dijamin kok.”

“Ini soal suami aku pak.”
“Ada apa dengan suaminya?”
“Itu yang bikin aku malu untuk meneruskannya.”
“Nggak usah malu, kan udah aku bilang dijamin kerahasiaannya kalo vivi ngobrol
ke aku.”
“Anu, aku sering baca buku-buku mengenai hubungan suami istri.”
“Trus kenapa?”
“aku baca, akhir dari hubungan badan antara suami istri yang bagus adalah
orgasme yang dialami oleh keduanya.”
“Trus letak permasalahannya dimana?”
“Mengenai orgasme, aku sampai dengan saat ini aku hanya sempat membacanya tanpa
pernah merasakannya.”

Aku sama sekali nggak pernah menduga kalo pembicaraannya akan mengarah kesana,
dalam hati aku membatin, masa sih kawin satu setengah tahun sama sekali belum
pernah mengalami orgasme? timbul niatku untuk beramal:-)

“Masa sih vi, apa betul kamu belum pernah merasakan orgasme seperti yang barusan
kamu bilang?”
“Betul pak, kebetulan aku ngobrolin masalah ini dengan bapak, jadi setidaknya
bapak bisa memberi masukan karena mungkin ini adalah masalah laki-laki.”
“Ya, gimana ya, sekarang kan suami vivi lagi nggak ada, seharusnya waktu suami
vivi ada barengan pergi ke ahlinya untuk konsultasi masalah itu”
“Pernah beberapa kali aku ajak suami aku, tapi menolak dan akhirnya kalau aku
singgung masalah itu hanya menimbulkan pertengkaran diantara kami.”

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan tanpa terasa pula
kami sudah sampai didepan rumah Vivi, Aku bermaksud mengantar dia sampai depan
pintu rumahnya.

“Tidak usah pak, biar sampai sini saja.”
“Nggak apa-apa, takut ada apa-apa biar aku antar sampai depan pintu.”

Dasar, kakiku menginjak sesuatu yang lembek ditanah dan hampir saja terpeleset
karena penerangan di depan rumahnya agak kurang. Setelah sampai di teras
rumahnya kulihat kakiku, ternya yang kunjak tadi adalah sesuatu yang kurang enak
untuk disebutkan, sampai-sampai sepatuku sebelah kiri hampir setengahnya kena.

“Aduh Pak nendi, gimana dong itu kakinya.”
“Nggak apa-apa, nanti aku cuci kalo udah nyampe rumah.”
“Dicuci disini aja pak, nanti nggak enak sepanjang jalan kecium baunya.”
“Ya udah, kalo begitu aku ikut ke toilet.”

Setelah membersihkan kaki aku diperliahkan duduk di ruang tamunya, dan ternyata
disana sudah menunggu segelas kopi hanngat. Sambil menunggu kakiku kering kami
berbincang lagi.

“Oh ya vi, mengenai yang kamu ceritakan tadi di jalan, gimana cara kamu
mengatasinya?”
“aku sendiri bingung Pak harus bagaimana.”

Mendengar jawaban seperti itu dalam otakku timbul pikiran kotor lelaki.

“Gimana kalau besok-besok aku kasih apa yang kamu pengen?”
“Yang aku mau yang mana pak.”
“Lho, itu yang sepanjang jalan kamu bilang belum pernah ngalamin.”
“Ah bapak bisa aja.”
“Bener kok, aku bersedia ngasih itu ke kamu.”

Termenung dia mendengar perkataanku tadi, melihat dia yang sedang menerawang aku
berpikir kenapa juga harus besok-besok, kenapa nggak sekarang aja selagi ada
kesempatan.

Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak juga dia dari lamunannya sambil
menatap kearahku dengan penuh tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya dan
kukecup pipi sebelah kanannya, dia diam tidak bereaksi. Ku kecup bibirnya, dia
menarik napas dalam entah apa yang ada dipikirannya dan tetap diam, kulanjutkan
mencium hidungnya dan dia memejamkan mata.

Ternyata napsu sudah menggerogoti kepalaku, kulumat bibirnya yang tipis dan
ternyata dia membalas lumatanku, bibir kami saling berpagut dan kulihat dia
begitu meresapi dan menikmati adegan itu. Kitarik tangannya untuk duduk
disebelahku di sofa yang lebih panjang, dia hanya mengikuti sambil menatapku.
Kembali kulumat bibirnya, lagi, dia membalasnya dengan penuh semangat.

Dengan posisi duduk seperti itu tanganku bisa mulai bekerja dan bergerilya.
Kuraba bagian dadanya, dia malah bergerak seolah-olah menyodorkan dadanya untuk
kukerjain. Kuremas dadanya dari luar bajunya, tangan kirinya membuka kancing
baju bagian atasnya kemudian membimbing tangan kananku untuk masuk kedalam BHnya.
Ya ampun bener-bener udah nggak tahan dia rupanya.

Kulepas tangan dan bibirku dari tubuhnya, aku berpindah posisi bersandar pada
pegangan sofa tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar. Kutarik dia untuk
duduk membelakangiku, dari belakang kubuka baju dan BHnya yang saat itu sudah
nempel nggak karuan, kuciumi leher bagian belakang Vivi dan tangan kiri kananku
memegang gunung di dadanya masing-masing satu, dia bersandar ketubuhku seperti
lemas tidak memiliki tenaga untuk menopang tubuhnya sendiri dan mulai kuremas
payudaranya sambil terus kuciumi tengkuknya.

Setelah cukup lama meremas buah dadanya tangan kiriku mulai berpindah kebawah
menyusuri bagian perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya, dia melenguh
waktu kuraba bagian itu. Kusingkap roknya dan tanganku langsung masuk ke celana
dalamnya, kutemukan sesuatu yang hangat-hangat lembab disana, sudah basah
rupanya. Kutekan klitorisnya dengan jari tengah tangan kiriku.

“Ohh .. ehh ..”

Aku semakin bernapsu mendengan rintihannya dan kumasukkan jariku ke vaginanya,
suaranya semakin menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana, tubuhnya semakin
melenting seperti batang plastik kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat
tubuhnya bergetar menerima perlakuanku. Dua puluh menit lamanya kulakukan itu
dan akhirnya keluar suara dari mulutnya.

“Udah dulu pak, aku nggak tahan pengen pipis.”
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”
“Aduh pak, nggak tahan, vivi mau pipis .. ohh .. ahh.”

Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.

“Ahh .. uhh.”

Badanya mengejang beberapa saat sebelum akhirnya dia lunglai bersender kedadaku.

“Gimana vi rasanya?”
“Enak pak.”

Kulihat air matanya berlinang.

“Kenapa kamu menangis vi.”

Dia diam tidak menyahut.

“Kamu nyesel udah melakukan ini?” tanyaku.
“Bukan pak.”
“Lantas?”
“aku bahagia, akhirnya aku mendapatkan apa yang aku idam-idamkan selama ini yang
seharusnya datang dari suami aku.”
“Oh begitu.”

Kami saling terdiam beberapa saat sampai aku lupa bahwa jari tengah tangan
kiriku masih bersarang didalam vaginanya dan aku cabut perlahan, dia menggeliat
waktu kutarik jari tanganku, dan aku masih tercenung dengan kata-kata terakhir
yang terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum pernah merasakan
orgasme.

“Mau ke kamar mandi pak?”

Tiba-tiba suara itu menyadarkanku dari lamunan ..

“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil menunjukkan jalan menuju kamar mandi.

Dia kembali ke ruang tamu sementara aku mencuci bagian tangan yang tadi sudah
melaksanakan tugas sebagai seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Tak
habisnya aku berpikir, kenapa orang berumah tangga sudah sekian lama tapi si
perempuan baru mengalami orgasme satu kali saja dan itupun bukan oleh suaminya.

Selesai dari kamar mandi aku kembali ke ruang tamu dan kutemukan dia sedang
melihat acara di televisi, tapi kulihat
dari wajahnya seakan pikirannya sedang menerawang, entah apa yang ada dalam
pikirannya saat itu.

“Vi, udah malam nih, saya pulang dulu ya ..”

Terhenyak dia dan menatapku ..

“Emm, pak, mau nggak malam ini nemanin vivi?”

Kaget juga aku menerima pertanyaan seperti itu karena memang tidak pikiran untuk
menginap dirumahnya malam ini, tapi aku tidak mau mengecewakan dia yang meminta
dengan wajah mengharap.

“Waktu kan masih banyak, besok kita ketemu lagi di kantor, dan kapan-kapan kita
masih bisa ketemu diluar kantor.”

Dia berdiri dan menghampiriku ..

“Terima kasih ya pak, vivi sangat bahagia malam ini, saya harap bapak tidak
bosan menemani saya.”
“Kita kan kenal sudah lama, saya selalu bersedia untuk membantu kamu dalam hal
apapun.”
“Sekali lagi terima kasih, boleh kalau mau pulang sekarang dan tolong sampaikan
salam saya buat ibu.”

Akhirnya aku pulang dengan terus dihinggapi pertanyaan didalam pikiranku, kenapa
dia bisa begitu, kasihan sekali dia.

Seperti biasa esoknya aku masuk kantor pagi-pagi sekali karena memang selalu
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, kupikir belum ada siapa-siapa karena
biasanya yang sudah ada saat aku datang adalah office boy, tapi ternyata pagi
itu aku disambut dengan senyuman vivi yang sudah duduk di meja kerjanya. Tidak
seperti biasa, pada hari-hari sebelumnya aku selalu melihat vivi dalam
penampilan yang lain dari pagi ini, sekarang dia terlihat berseri dan terkesan
ramah dan akrab.

“Pagi vi.”
“Pagi pak.”
“Gimana, bisa tidur nyenyak tadi malam?”
“Ah bapak, bisa aja, tadi malam saya tidur pulas sekali.”
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, selamat bekerja.”
“Iya pak.”

Aku meneruskan langkahku menuju ruang kerjaku yang memang tidak jauh dari meja
kerjanya, dari dalam ruangan kembali aku menengokkan wajah ke arahnya, ternyata
dia masih menatapku sambil tersenyum.

Tidak seperti biasanya, aku merasakan hari ini bekerja merupakan sesuatu yang
membosankan, suntuk rasanya menghadapi pekerjaan yang memang dari hari ke hari
selalu saja ada sesuatu yang harus diulang, akhirnya aku menulis cerita ini. HP
didalam saku celanaku berbunyi, ada SMS yang masuk, kubuka SMS tersebut yang
rupanya datang dari cewek diseberang ruanganku yang tadi pagi menatapku sampai
aku masuk ke ruangan ini .. ya dia, vivi.

“Pak, nanti mlm ada acara gak? kalo tidak bisa gak bapak menuhin janji bapak
tadi malam.”

Begitulah isi SMS yang kuterima, aku berpikir agresif juga nih cewek pada
akhirnya. Kuangkan telepon yang ada diatas meja kerjaku dan kutekan nomor
extensin dia.

“Kenapa gitu vi, mau ngajak kemana?”
“Eh bapak, kirain siapa, enggak, vivi udah nyediain makan malam di rumah, bapak
bisa kan makan malam sama vivi nanti malam?”
“Boleh, kalau gitu nanti pulang saya tunggu di ruang parkir ya.”
“Iya pak, ma kasih.”

Sore hari aku terkejut karena waktu pulang sudah terlewat sepuluh menit,
bergegas kubereskan ruanganku dan berlari menuju ruang parkir. Disana vivi sudah
menungguku, tapi dia tersenyum waktu melihatku datang, tadinya kupikir dia akan
kecewa, tapi syukurlah kelihatanyya dia tidak kecewa.

“Maaf jadi nunggu ya vi, harus beres-beres sesuatu dulu.”
“Nggak apa-apa pak, vivi juga barusan ada yang harus diselesaikan dulu dengan
neni.”
“Yo.” kataku sambil membukkan pintu untuk dia, dan dia masuk kedalam mobil
kemudian duduk disebelahku.

Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa terasa akhirnya kami masuk ke
komplek perumahan dimana vivi tinggal lalu kami turun menuju ke rumahnya. Dia
membuka pintu depan rumahnya dengan susah, rupanya ada masalah dengan kunci
pintu tersebut. Aku tidak berusaha membantunya, karena dari belakang baru
kuperhatikan kali ini kalau bagian tengah belakang milik vivi menarik sekali,
lingkarannya tidak terlalu besar, tapi aku yakin laki-laki akan suka bila
melihatnya dalam keadaan setengah berjongkok seperti itu.

Akhirnya pintu terbuka juga dan dia mempersilakan aku masuk, dan kamipun masuk.
Setelah mempersilakan aku untuk duduk, dia pergi ke kamarnya, setelah itu dia
kembali lagi dengan pakaian yang sudah digantinya, dia tidak langsung
menghampiriku tapi terus melangkah ke arah dapur dan kembali dengan segelas air
putih dan segelas kopi, lalu dia menyodorkan kopi tersebut kepadaku.

“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, kamu kok nggak minum kopi juga vi?”
“Saya nggak pernah minum kopi pak, nggak boleh sama si mas.”
“Oh gitu.”
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar vivi yang mindahin.”
“Bolah, sekalian saya mau ikut ke kamar mandi dulu, badan rasanya nggak enak
kalau masih ada keringatnya.”
“Handuknya ada di kamar mandi pak.”

Dia berdiri sambil menerima kunci mobil yang kuserahkan sedangkan aku ngeloyor
ke kamar mandi untuk terus membersihkan badan yang memang rasanya agak nggak
enak setelah barusan diperjalanan dihadapkan ke kondisi jalan yang cukup macet
tidak seperti biasa.

Keluar dari kamar mandi kudapati vivi kelihatan sedikit bingung, kutanya dia,

“Kenapa vi, kok seperti yang bingung begitu ..”
“Anu pak, barusan ada telepon dari restoran yang saya pesani untuk makan malam,
katanya nggak bisa nganter makanan yang dipesan karena kendaraannya nggak ada.”
“Ya sudah nggak apa-apa, kita kan bisa bikin makanan sendiri, punya apa yang
bisa dimasak?”
“Adu pa, vivi jadi malu.”
“Udah nggak apa-apa kok, malah jadi bagus kita bisa masak barengan.”

Kataku sambil tersenyum, vivi melangkahkan kakinya menuju dapur dan kuikuti,
sampai didapur dia membuka lemari es yang ternyata hanya ada sedikit makanan
yang siap masak disana. Akhirnya kami masak masakan seadanya sambil berbincang
kesana kemari.

Tanpa sengaja aku perhatikan postur tubuh vivi yang terlihat lain dengan pakaian
yang dikenakan sekarang, pakaian yang sedikir agak ketat menyebabkan lekuk-lekuk
tubuhnya terlihat jelas, sungguh bentuk tubuh yang sempurna untuk wanita seusia
dia. Tanpa sadar kuhampiri dia dan dari belakang kupeluk dia yang sedang
melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, dia menoleh kearahku dan tersenyum,
kudekatkan bibirku ke bibirnya dan dia menyambutnya, awalnya hanya ciuman biasa
sampai akhirnya kami saling berpagutan disini, ya di dapur miliknya.

Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba buah dadanya dan kuremas dari
luar bajunya. Tangan vivi bergerak membuka kancing baju bagian depan dilanjutkan
dengan menyingkapkan BH yang dia pakai, dengan demikian tanganku kiri kanan
lebih leluasa meremasnya. Beberapa saat kemudian kulepaskan bibirku dari
bibirnya dan kuarahkan ke buah dadanya yang terlihat sungguh indah dengan warna
puting yang kemerahan, kujilat puting yang sebelah kanan dan dia menarik nafas
dalam menerima perlakuan itu, akhirnya kukulum puting itu dan kuhisap dalam-dalam
sambil tangan kananku tetap meremas dadanya yang sebelah kiri.

Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan kuremas pantat yang kenyal itu.
Kumasukkan tangan itu ke dalam rok yang dia pakai dan disana kuraba ada sesuatu
yang hangat dan sedikit basah dan kuraba-raba bagian itu terus menerus. Rupanya
dia tidak tahan menerima sikapku itu, tangannya bergerak membuka resleting
roknya dan melorotkannya kebawah. Aku hentikan kegiatan bibirku di buah dadanya
lalu bubuka celana dalamnya dan kutemukan bulu indah yang tidak terlalu banyak
disana kusingkapkan sedikit dan kuarahkan bibirku kesana dan kujilat bagian
kecil yang menonjol disana.

Suara lenguhan dari bibirnya sudah tidak terbayangkan lagi, akan memperpanjang
cerita kalau saya tuliskan disini.

“Oh, pak, saya belum pernah merasakan ini, oh ..”

Aku terus melanjutkan kegiatan lidahku diselangkangannya sambil terus memasukkan
lidah ini kedalam gua lembab yang berbau khas milik wanita. Lenguhan demi
lenguhan terus keluar dari mulutnya sampai akhirnya kurasakan tubuhnya mengejang
dan bergetar dengan mengeluarkan teriakan yang tidak bisa ditahan dari mulutnya,
dia sudah sampai ke puncak kenikmatan sentuhan seorang lelaku seperti aku ini,
dan akhirnya kuhentikan kegiatanku itu lalu berdiri menghadap dia, danpa kuduga
dia mencium bibirku.

“Pak kita ke kamar ya.”

Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar itu terlihat rapi, lalu kami duduk
dipinggir tempat tidur dan kembali saling berpagutan disana. Dia bangkit berdiri
dihadapanku seraya bertanya.

“Boleh saya buka pakaian bapak?”

Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut, lalu dia membuka seluruh
pakaian yang kukenakan sampai ke celana dalamku. Dia memegang senjataku yang dia
dapati dibalik celana dalam yang baru saja terbuka, lalu dia menciumnya dan
menjilatinya, nikmat sekali rasanya.

“Dari dulu saya ingin melakukan ini, tapi suami saya nggak pernah mau
diperlakukan begini.”

Dia berkata begitu sambil kembali meneruskan kegiatannya menjilati senjata
milikku, tanpa kuduga dia lanjutkan kegiatannya tadi dengan mengulum dan
menyedot batang kemaluanku, dan rasanya lebih nikmat dari yang tadi kurasakan.
Akhirnya dia berhenti berlaku seperti itu dan berkata.

“Pak, tidurin vivi ya.”

Tanpa menunggu permintaan itu terulang aku baringkan tubuhnya diatas tempat
tidur, aku ciumi sekujur tubuhnya yang dibalas dengan gelinjangan tubuh mulus
itu, akhirnya setelah sekian lama kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang
senggama yang memang sudah basah dari sejak tadi, dan “Ahh ..” itulah yang
keluar dari mulut vivi, sungguh nikmat sekali rasanya memasuki tubuh yang
telanjang ini, dan satu lagi, lubang kemaluannya masih terasa cukup sempit dan
menggigit, terbersit lam pikiranku sebuah pertanyaan, sebesar apa milik suaminya
sampai lubang ini masih terasa sempit seperti ini.

Kuperhatikan jam yang ada di dinding kamarnya menunjukkan bahwa aku sudah
mengeluar masukkan kemaluanku kedalam tubuhnya selama dua puluh menit dan
akhirnya kembali kurasakan tubuhnya mengejang sambil mengeluarkan suara-suara
aneh dari mulutnya, akhirnya dia menggelepar sambil memeluk tubuhku erat-erat
seolah tidak ingin lepas dari tubuhnya, karena pelukannya itu aku jadi terhenti
dari kegiatanku.

Beberapa saat kemudian vivi melepaskan pelukannya dan terkulai lemas, tapi aku
melihat sebuah senyuman puas diwajahnya dan itu membuat aku merasa puas karena
malam ini dia sudah dua kali mendapatkan apa yang selama ini belum pernah dia
dapatkan dari suaminya.

“Gimana vi?”
“Aduh, vivi lemas tapi tadi itu nikmat sekali ..”
“Vivi mau coba gaya yang lain?”
“Emm ..”

Kubangunkan tubuhnya dan kugerakkan untuk membelakangiku, kudorong pundaknya
dengan pelan sampai dia menungging dihadapanku, kumasukkan kejantananku kedalam
lubang senggamanya dan dia mengeluarkan teriakan kecil.

“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, vivi belum pernah merasakan
kenikmatan seperti ini ..”

Aku keluar masukkan kemaluanku ini kedalam tubuhnya dengan irama yang semakin
lama semakin kupercepat, lama juga aku melakukan itu sampai akhirnya dia berkata
“Pak vivi mau pipis lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku karena kurasakan ada
sesuatu yang mendorong ingin keluar dari dalam tubuhku.

Dalam kondisi lemas dan masih menungging vivi menerima gerakan maju mundur
dariku, mungkin dia tahu kalau aku sebentar lagi mencapai klimaks, dan akhirnya
menyemburlah cairan dari kemaluanku masuk semua kedalam tubuhnya. Beberapa saat
kemudian aku merasakan tubuhku lemas bagai tak bertulang dan kucabut senjataku
dari lubang milik vivi.

Aku terbaring disampingnya setelah melepaskan nikmat yang diada tara, dia
tersenyum puas sambil menatapku dan memelukku, lalu kami tertidur dengan
perasaan masing-masing. Dalam tidur aku memimpikan kegiatan yang barusan kami
lakukan dan waktu hampir pagi aku terbangun kudapati vivi masih terpejam dengan
wajah yang damai sambil masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia
terbangun, lalu kami meneruskan kegiatan yang tadi malam terpotong oleh tidur
sampai akhirnya kami berdua bangun dan menuju kamar mandi dalam keadaan masing-masing
telanjang bulat tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh kami.

Dikamar mandi kami melakukannya lagi, dan kembali dia mengucapkan kata-kata yang
tidak habis aku bisa mengerti “Vivi belum pernah melakukan seperti ini
sebelumnya ..”.

Akhirnya kami berangkat kerja dari rumah vivi, sengaja masih pagi agar tidak ada
orang di kantor yang melihat kedatangan kami berdua untuk menghindari sesuatu
yang kami berdua tidak inginkan.

Sampai saya menulis cerita ini, masih tetap terngiang kata-katanya yang sering
mengucapkan kata-kata “Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..”
setiap saya berhubungan dengan dia dengan gaya yang lain.

Berawal dari situlah kami sering melakukan hubungan suami istri, dan itu selalu
kami lakukan atas permintaan dari dia, aku sendiri tidak pernah memintanya
karena aku tidak mau dia punya pikiran seolah-olah aku mengeksploitir dia. Dan
sekarang vivi yang kukenal jauh berbeda dari vivi yang dulu, dia menjadi orang
yang ramah dan selalu tersenyum kepada semua orang dilingkungannya.

Related Posts

Previous
Next Post »